Pandangan PUSaKO Mendiskreditkan Capim KPK

Hukum395 Dilihat

JAKARTA – FORUM LINTAS HUKUM, memberikan klarifikasi dan pelurusan terkait penelitian Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH. Universitas Andalas, Hemi Lavour Frbrianandez atas nama sejumlah Lembaga Peneliti Fakultas Hukum beberapa Perguran Tinggi Negeri merilis sebuah pernyataan sikap atas nama Lembaga Peneliti Hukum Indonesia, dengan judul “LHKPN dan Cacat Prosedur Calon Pimpinan KPK”.

Klarifikasi dimaksudkan agar publik tidak tersesat dalam melihat kinerja Pansel Capim KPK dan para peserta Capim KPK yang saat ini tengah berlangsung menuju seleksi tahap akhir.

“Permasalahan Laporan Harta Kekayaan. PUSaKO telah berpandangan bahwa meskipun para Capim KPK bukan Penyelenggara Negara, namun harus tetap melaporkan harta kekayaannya kepada KPK berdasarkan ketentuan pasal 29 UU KPK oleh karena ketentuan pasal 29 UU KPK merupakan ketentuan khusus (lex specialis) dalam hal seleksi pimpinan yang mengenyampingkan ketentuan pasal 23 UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN sebagai aturan umum (lex generalis), yang mewajibkan setiap Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaannya kepada KPK,” demikian keterangan pers dari Forum Lintas Hukum (FLH) yang didalamnya ada Advokat Petrus Selestinus dan mantan jaksa Chairul Imam.

Pandangan Lembaga Peneliti PUSaKO ini, jelas sebagai sebuah kekeliruan atau kesengajaan yang bersifat sesat untuk mendiskreditkan Pansel Capim KPK dan Para Calon Pimpinan KPK itu sendiri, oleh karena ketentuan pasal 29 huruf k UU KPK dengan tegas menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut yakni ‘Mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku’.

“Undang-undang yang berlaku yang mengatur tentang Penyelenggaran Negara dan kewajiban mengumumkan kekayaan bagi setiap Penyelenggara Negara itu adalah UU No. 28 Tahun 1999 khususnya pada pasal 2 dan pasal 5 angka 2 dan angka 3, pasal 20 dan pasal 23 yang menyebutkan bahwa pasal 2, Penyelenggara Negara meliputi Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, Pejabat Negara lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelas FLH.

Untuk pasal 5, Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk angka 2: bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat dan angka 3: melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum, selama dan setelah menjabat.

Pasal 20 ayat (1) UU No. 28 Tahun 1999, menegaskan bahwa setiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 1, 2, 3, 5 atau 6 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 23 UU No. 28 Tahun 1999, menyatakan bahwa dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini mulai berlaku setiap Penyelenggara Negara harus melaporkan kekayaannya dan bersedia dilakukan pemeriksaan kekayaannya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

“Berdasarkan ketentun pasal 2, pasal 5, pasal 20 dan pasal 23 UU No. 28 Tahun 1999 di atas, maka Capim KPK tidak atau belum termasuk dalam kualifikasi Penyelenggara Negara dan oleh karena itu ketentuan pasal 29 UU KPK tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan para Capim KPK untuk melaporkan harta kekayaannya, karena para capim KPK itu belum menjadi Penyelenggara Negara untuk jabatan Pimpinan KPK. Ketika para Capim KPK ini terpilih dan ditetapkan sebagai calon terpilih, maka sebelum dilantik sebagai Pimpinan KPK maka 5 (lima) orang pimpinan KPK terpilih wajib menyerahkan LHKPN kepada KPK untuk diperiksa dan diumumkan sesuai UU.

Diketahui, PUSaKO telah memberikan penilaian bahwa rangkaian seleksi administrasi, uji kompetensi, hingga tes psikologi untuk mendapatkan capim KPK, telah muncul permasalahan mendasar.

Dimana, beberapa persyaratan admnisitratif yang wajib dipenuhi, tidak dipenuhi oleh para Capim KPK yang lolos hingga tes psikologi, sehingga muncul kekhawatiran akan terjadinya cacat prosedural dalam seleksi Capim KPK, karena kelalaian atau kealpaan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK.