Kini KPK Sakaratul Maut, WSR Desak Novel dan Pegawai KPK Stop Dagelan Politik

News244 Dilihat

JAKARTA – Ratusan massa mengatasnamakan Wadah Suara Rakyat (WSR) kembali mengepung Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (11/4/2019). WSR juga membuat panggung rakyat tandingan dengan panggung diatas Metro Mini.

Bertepatan peringatan 2 tahun kejadian Novel yang diselingi dengan acara panggung rakyat itu, mereka justru membongkar borok internal khususnya pegawai KPK yang diduga terafiliasi dengan parpol.

“KPK diujung sakaratul maut, apalagi pegawainya mempertontonkan dagelan politik jelang injury time Pilpres yang sebentar lagi akan digelar. Kami akan bongkar borok-borok para pegawainya yang terpapar virus politik,” sebut Koordinator aksi Dullah.

Kata Dullah, menjadi ironis bila ditelisik dari berbagai referensi publik, bahwa rentetan kegiatan itu syarat muatan politik. Terlebih ditengah-tengah acara itu justru muncul organisasi yang pernah di komandoi Jubir BPN Prabowo Dahnil Anzar Simanjuntak. Ia pun mempertanyakan penampakan massa yang mengenakan pakaian Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) di halaman lembaga antirasuah itu.

“Kenapa ada KOKAM di dalam sana apakah ini suruhan Dahnil. Dahnil adalah mantan Ketua KOKAM, dan Dahnil dekat dengan Novel dan jubir timses Prabowo-Sandi. Kenapa bukan Polisi atau TNI yang jaga, kok malah KOKAM. Kalau memang diundang kenapa BANSER tidak juga diundang ? Ini tanda tanya besar,” kata Dullah. 

Sementara itu, tambah Dullah, soal kasus teror Novel rakyat tetap mendukung penuh agar dituntaskan. Namun, terkait dugaan pelanggaran HAM semestinya KPK belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Salah satunya penculikan para aktivis tahun 1998, yang hingga kini belum tuntas. 

Selain itu, massa WSR juga melepaskan ratusan balon udara ke langit sebagai bentuk harapan kepada Allah SWT memberikan pencerahan kepada pimpinan KPK beserta pegawainya agar menjauhi permainan politik. Balon udara yang diterbangkan itu juga berisikan petisi yang dibuat dari masukan masyarakat, kaum buruh, tani, aktivis, akademisi, ormas itu mengungkapkan pelbagai hal *”BOROK”* salah satunya agar penyidik KPK bisa bekerja profesional. Disela-sela aksinya, massa juga membakar ban bekas.

Adapun poin petisi yang disampaikan Wadah Suara Rakyat diantaranya diduga tidak netral dan pegawai KPK disebut tak profesional. Dugaan konspirasi didalam internal KPK khususnya pegawainya dalam upaya pemberantasan korupsi. Apalagi memasuki tahun politik, disinyalir terafiliasi dengan parpol. Ditambah lagi, internal yang tidak kondusif & tidak sehat dengan mencari-cari kesalahan pimpinannya sehingga berpotensi menghambat proses pemberantasan korupsi. Ditambah lagi munculnya isu ada anggota KPK Novel Baswedan yang disebut-sebut sebagai anggota Gerindra. 

Selanjutnya, pemberantasan korupsi diduga tebang pilih. Penyelidikan kerap bocor adalah tudingan jahat untuk menutupi isu ketidakprofesionalnya pegawai KPK dalam bekerja dilapangan. 

“Justru operasi tangkap tangan yang dilakukan cenderung tebang pilih dengan menyasar kubu 01 ketimbang 02. Coba buktikan kalau tidak tebang pilih jelang Pemilu,” sebutnya lagi.

*ADA POLITIK TINGKAT TINGGI DIDALAM KPK, GERUS SUARA 01*

Sementara itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Sales Tinus tak menampik bahwa pangung rakyat 2 tahun Novel diduga dimabfaatkan oleh kekuatan eksternal guna menghardik pemerintah sehingga timbul rasa pesimis dan menggerus suara salah satu paslon khususnya 01 menjelang Pilpres 2019. 

“Itu gerakan politik. Di dalam itu pasti ada yang pemain dan ini yang membuat posisi KPK ada politik tingkat tinggi di dalam KPK. Yang bermain apa yang di atas atau yang di bawah ini yang harus kita lihat. Bagaimana pun siapa-siapa yang diambil (ditangkap) dalam penindakan itu kan pemimpin KPK yang menentukan,” tuturnya. 

Petrus menekankan, walaupun KPK disebut sebagai lembaga independen tetapi tak bisa terlepas dari politik. Apalagi dibentuk oleh undang-undang dan diproses melalui mekanisme di DPR. Sehingga tarik-menarik kepentingan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain pasti berujung pada terbelah daunya KPK. 

“Tetapi yang menarik di sini adalah Mengapa perlawanan itu dilakukan secara terbuka bahkan ada  semacam aksi begitu. Ini yang tidak lazim pada institusi lain. Di komiosioner2 lain tidak ada yang seperti itu, kenapa di KPK terjadi seperti ini berarti ada kekuatan lain di luar KPK yg kendalikan,” tandasnya.