Pro Revisi UU KPK, Tokoh dan Aktivis Islam : Lembaga Manapun Ada Pengawasnya

News233 Dilihat

JAKARTA – Para tokoh Islam dan para aktivis menyatakan dukungannya atas revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Inisiator pertemuan para tokoh Islam dan aktivis Gus Sholeh MZ pun menyayangkan lembaga KPK yang seakan-akan menjadi lembaga yang paling suci ketimbang lembaga lainnya. UU KPK pun seperti kitab suci yang tidak bisa diutak-atik.

“KPK jangan jadi lembaga paling suci, UU KPK bukan kitab suci. Kami yakin selaku pendukung Jokowi, Presiden akan merevisi UU KPK dan masyarakat Indonesia pun mendukungnya,” tegas Gus Sholeh, saat diskusi di Apollo Hotel Ibis Cikini Menteng Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).

Menurut Gus Sholeh, revisi UU KPK justru menguatkan bukan melemahkan sedikitpun. Dia pun mengapresiasi Wapres JK dan Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra yang pro terhadap revisi UU KPK ini karena UU KPK butuh disempurnakan.

“Ada pasal yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Yang belum sempurna maka disempurnakan, dan yang kurang efektif di efektifkan,” sebut Gus Sholeh.

Gus Sholeh mengingatkan bahwa sebuah prestasi upaya pemberantasan korupsi bukan terletak pada seringnya OTT menangkap para koruptor, justru didalam pencegahan lah yang jauh lebih penting ketimbang OTT tersebut.

“Pencegahan lebih penting daripada mengobati. Pasal dalam pengawasan ini juga penting, bahwa pengawas ini Watawa Saubil Haq, Watawa Saubil Shabr, ada peneguran yang arif, bijak,” tambahnya.

Hal senada juga dilontarkan oleh Ustadz Amsori mengajak masyarakat untuk berhijrah agar lembaga antirasuah bisa menjadi lebih baik lagi dengan mengoptimalisasikan kinerja KPK dengan merevisi UU KPK. Kata dia, tidak ada sebuah lembaga yang tidak diawasi. Contohnya di Kepolisian dan Mahkamah Agung, lembaga tersebut ada lembaga pengawasnya.

“Kalau merasa bersih ya jangan takut untuk diawasi juga. Kenapa merasa ketakutan kalau merasa paling suci,” terang Ustadz Amsori.

Selain itu, tambah dia, pasal penting lainnya adalah SP3 agar ada kepastian hukum terhadap tersangka maupun terdakwa.

“Tersangka jangan digantung statusnya sampai bertahun-tahun. Nasib mereka bagaimana, tidak ada kepastian karena terlalu lama menetapkan seseorang bersalah atau tidak. Apa menunggu mati dulu baru dihapus hak penuntutannya,” pungkasnya.