Bogor – Situasi perpolitikan menjelang Pilpres 2019 yang semakin ramai akhir-akhir ini juga tak luput dari perhatian pegiat dakwah perempuan asal kota hujan (Bogor, Jawa Barat), sekaligus mantan Ketua DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ir. Ratu Erma Rachmayanti.
Dalam pandangannya, Erma melihat perseteruan politik semakin krusial karena masing-masing kubu capres berusaha mencari celah kelemahan masing-masing. Ironisnya perkembangan media sosial (medsos) semakin memperkeruh suasana.
Oleh karena itu Erma mengajak masyarakat agar lebih dewasa dan cerdas dalam menyikapi setiap perkembangan dan informasi yang ada. Masyarakat diharapkan tidak mudah terprovokasi oleh isu dan lebih bijaksana dalam mempelajari program-program yang ditawarkan oleh masing-masing capres.
“Sebagai umat harusnya lebih cerdas dalam menakar kebijakan yang lebih banyak manfaatnya bagi kepentingan umat (masyarakat). Jangan hanya mengumpulkan informasi tentang keburukan capres tapi juga mencermati program-program yang ditawarkan,” ajak Erma, yang juga merupakan alumni Institut Pertanian Bogor (IPB), di Bogor, Senin (12/11/2018).
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk lebih memahami pentingnya hidup bernegara, yaitu untuk tercapainya kehidupan masyarakat yang sejahtera. Tetapi hal itu tergantung pada pemimpinnya. Apabila seorang pemimpin yang diharapkan mampu membawa rakyatnya ke kehidupan yang lebih sejahtera namun kedapatan melakukan penyelewengan, maka masyarakat akan kritis terhadap kebohongan yang dilakukannya.
Erma mengajak masyarakat lebih cerdas dan bijaksana dalam menyikapi perkembangan politik yang terjadi belakangan ini Agar pelaksanaan Pilpres 2019 bisa berjalan aman dan damai, apalagi dengan masuknya isu suku, agama, dan ras (SARA) yang cenderung dipolitisir dan mengancam perpecahan bangsa.
Ajakan itu dikeluarkan, sebab menurut Erma, tingkat kecerdasan politik masyarakat Indonesia secara umum masih rendah, sementara kalangan elit politik cenderung memanfaatkan partisipasi publik hanya pada saat pemilu.
Dalam mencermati pertarungan politik yang ada, Erma tidak memungkiri bahwa Islam dijadikan sebagai isu politik dan hanya dijadikan legalisasi. Menurutnya tahun politik sekarang tidak jauh berbeda dengan tahun politik pada pemilu terdahulu. Masih diwarnai dengan isu saling serang dan perbincangan politik yang meluncur ditengah masyarakat atau medsos makin banyak yang tidak berkualitas.
“Ini adalah sebuah proses pelaksanaan hak masyarakat (pemilu), jadi jangan sampai dicederai oleh hal-hal yang tidak semestinya,” pungkas Erma saat dimintai tanggapannya untuk ajakan Pemilu 2019 yang damai.