Jokowi, Prabowo, AHY & Gatot tak Sudi Ngelirik Bau Duren Menyengat Cak Imin

News235 Dilihat

Jakarta – Kasus suap Kemenakertrans yang dikenal dengan ‘Durian Gate’ yang diduga menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin diprediksi bakal menjadi batu sandungan sebagai kandidat Capres maupun Cawapres 2019.

Pasalnya, Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) Willy Prakarsa pun mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memberikan kepastian hukum untuk menuntaskan pengusutan dugaan korupsi Cak Imin dalam proyek infrastruktur di Papua tersebut. Agar, kata dia, sebelum masa pendaftaran pencalonan Pilpres 2019, bau duren itu tidak lagi menyengat ke Cak Imin.

“Bau duren yang menyengat Cak Imin bisa jadi ombak yang menghadang lajunya di Pilpres 2019 sebagai Capres maupun Cawapres. Kalau duren gate ini tidak segera di selesaikan oleh KPK, maka musuh politik bisa saja kasus Duren Gate jadi alat untuk menghambat Cak Imin. Kan sia-sia juga jadinya,” ucap Willy, hari ini.

Menurut Willy, belum tuntasnya kasus tersebut justru membuat ketidakpastian hukum bagi Cak Imin itu sendiri. Apabila kasusnya kembali muncul ke permukaan, hal itu bisa menyandera Cak Imin.

“Siapapun Capresnya pasti males ngelirik ke Cak Imin jadi pendampingnya. Dampaknya bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap Cak Imin karena beban politik tersendiri bagi pasangannya,” kata Willy.

“Kami pastikan, Prabowo dan Jokowi juga gak bakal ngelirik. Apalagi AHY dan Gatot Nurmantyo,” ujarnya lagi.

Memasuki tahun politik yang semakin memanas, aktivis 98 itu berpesan kepada publik tanah air agar pandai memilih wakil rakyat, dan calon pemimpinnya. Pilihlah mereka yang memiliki track record baik bukan sekedar obral janji kampanye.

“Jangan pilih figur wakil rakyat dan calon pemimpin yang menyalahgunakan amanatnya. Apalagi tersandera dalam kasus korupsi,” tuturnya.

Lebih jauh, Willy menegaskan pihaknya mendukung upaya menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi. Karena, kata Willy, UU MD3 ini berpeluang menjadi pasal karet untuk membungkam kritikan rakyat.

“Ini adalah kemunduran demokrasi. Kritik masyarakat terhadap DPR itu adalah bagian dari hak politik warga,” tukasnya.