Aksi Tiduran di Depan KPK, Corong Rakyat : KPK Arogan dan Membangkang

News336 Dilihat

JAKARTA – Ratusan massa gabungan tergabung dalam Masyarakat Peduli KPK (MPK) berunjuk rasa didepan Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/9/2019).

Dalam aksinya, massa melakukan aksi teatrikal menyuarakan peluit dan mengacungkan kartu merah sebagai simbol bahwa KPK telah offside melakukan pembangkangan terhadap pemerintahan Jokowi.

“Baru kali ini saya mendengarkan ada babu melawan majikan. Seperti yang dipertontonkan WP KPK dan 3 pimpinan KPK yang telah melakukan pembangkangan terhadap pemerintah,” tegas Koordinator aksi Alex.

Lebih lanjut, Alex menilai penyerahan tugas KPK kepada Presiden dan mogok ditengah jalan adalah pelecehan terhadap wibawa Presiden.

“Sudah darurat, pecat segera WP KPK dan pimpinan KPK. Segera isi kursi kekosongan dengan melantik 5 pimpinan KPK baru. Rakyat sudah gerah dengan sikap KPK, kami akan menertibkan tingkah internal KPK yang bergaya LSM dan preman. Kami menilai penyerahan tugas KPK kepada Presiden, mogok ditengah jalan adalah bentuk pelecehan terhadap wibawa Presiden yang notabene Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. KPK sudah melanggar sumpah jabatan, perlawanan konstitusi !!,” bebernya.

Hal senada juga disampaikan puluhan massa aktivis Corong Rakyat kembali menggelar aksi konvoi dari KPK, Istana Negara dan Gedung DPR RI Jakarta, Sabtu (13/9/2019).

Mereka mendesak Presiden RI untuk mengeluarkan Dekrit Pembekuan KPK. Terlebih, para demonstran juga menyayangkan sikap pimpinan lembaga antirasuah yang mengembalikan mandat kepada Presiden RI. Dalam aksinya, massa tiduran didepan pintu gerbang KPK dengan bertelanjang dada ditulisi cat warna merah putih “KPK = Bayi” sebagai pesan tersirat agar KPK tidak kekanak-kanakan.

“Sikap arogan pembangkangan pimpinan dan WP KPK sebagai bentuk pelecehan terhadap wibawa Presiden dan kekanak-kanakan serta memalukan,” tegas Koordinator aksi Dilan.

Lebih lanjut, Dilan mengatakan secara hukum tindakan pimpinan KPK dan pegawainya yang secara serentak mengembalikan mandat kepada Presiden, bisa ditafsirkan sebagai tindakan menghalangi dan menghambat tugas pemberantasan korupsi yang sedang berjalan, sehingga bisa dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi sesuai ketentuan pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu menghalangi secara langsung arau tidak langsung penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi di KPK.

“Perlawanan pimpinan KPK justru melanggar sumpah dan jabatan. Kami minta agar Presiden mengeluarkan dekrit pembekuan KPK,” tambahnya.

Dilan juga meminta agar Presiden Jokowi menunjuk Plt. untuk mengisi kursi kekosongan kepemimpinan di KPK.

“Presiden Jokowi harus menunjuk Plt. untuk mengisi kursi kekosongan kepemimpinan di KPK,” pungkasnya.