Menyembuhkan Luka Bangsa

News90 Dilihat

Oleh: Abdul Ghopur
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa;
salah-satu Inisiator Kedai Ide Pancasila

Saat menulis tulisan ini, suasana kebatinan saya sungguh tak menentu. Semua perasaan, pikiran, hati yang sedih, marah, prihatin dan tak tega, menyatu dalam gemuruh “emosi jiwa,” menyesalkan terjadinya tragedi kemanusiaan yang memilukan di Jakarta dan hampir seluruh daerah Indonesia.

Hati siapa yang tak luka melihat saudaranya, sanak-familinya jatuh di atas jalan bersimbah darah dan luka, bahkan kehilangan nyawa dengan cara yang tragis. Tiada yang mengira kalau aksi unjuk rasa damai masyarakat dari beragam elemen dan latar belakang hari-hari belakangan ini berujung pada malapetaka bangsa. Peristiwa pembakaran gedung-gedung pemerintahan dan fasilitas publik lainnya yang disertai sebagian penjarahan, merupakan hal yang sangat disayangkan. Kita semua tentu menyesalkan ini semua terjadi.

Jika saja pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mau mendengar, merasakan dan lebih peka serta terbuka terhadap aspirasi rakyatnya, mungkin saja semua ini tidak akan terjadi. Mungkin saja Affan Kurniawan dan rekan-rekan demonstran lainya tak kehilangan nyawa, masyarakat yang tak berdosa tak kehilangan nyawa dan terluka, termasuk para aparat di lapangan yang tengah menjalankan perintah dan tugas.

Andai saja para (oknum) anggota DPR dan (oknum) elit pemerintah dapat menjaga mulutnya dan tenggang rasa (tidak flexing-flexing kekayaan-kemewahan terus), dapat menjaga etika dan attitude-nya untuk tidak melukai dan menciderai perasaan rakyat yang tengah menderita atas beban hidup yang semakin sulit, berat dan menghimpit. Andai saja rakyat tidak dibebani oleh kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak dan tidak merakyat.

80 tahun sudah usia kemerdekaan Republik Indonesia, ternyata masih banyak persoalan-persoalan mendasar kebangsaan kita yang belum benar-benar kita selesaikan secara tuntas. Masalah kemiskinan dan pengangguran yang merajalela, kriminalitas, intoleransi (agama, budaya, eknomi, sosial, politik), peredaran obat-obatan terlarang, kebodohan dan kesenjangan ekonomi yang sangat-sangat timpang serta segudang masalah kebangsaan lainnya.

Semua tragedi bangsa yang memilukan ini terjadi memang sudah kehendak Yang Maha Kuasa. Semua telah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Akan tetapi sebagai bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa kita tentu yakin dan percaya, bahwa setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Sebagai bangsa yang beriman, kita tentu wajib memetik hikmah di balik semua kejadian. Jadikanlah ini sebagai renungan dan sekaligus momentum yang sangat berharga bagi kita semua sebagai suatu bangsa.

Marilah ke depan kita saling welas asih dan asuh, tenggang rasa, berbagi, berempati, bersimpati serta tepo seliro dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tinggalkan sifat tamak, rakus dan serakah. Tinggalkan korupsi. Tinggalkan sifat sombong dan arogansi. Tinggalkan sifat adigang-adigung-adiguna. Tumbuhkan rasa persaudaraan yang lebih erat, rasa nasionalisme, rasa senasib-sepenanggungan dan senaungan, di bawah kibaran bendera Merah Putih dalam bingkai keindonesiaan dan kebhinnekaan berdasarkan Pancasila. Hormati dan hargai jasa-jasa para pahlawan bangsa yang telah banyak berkorban harta, benda, jiwa dan raga, darah dan air mata demi terwujudnya kemerdekaan bangsa.

Kita adalah saudara dari rahim yang sama, rahim ibu pertiwi. Kita berdiri di tanah yang sama, kita minum air yang sama, kita meghirup udara yang sama, dan kita hidup di kolong langit dan di bawah matahari, bulan dan bintang-bintang yang sama, satu nusa-satu bangsa-satu bahasa. Kita sama-sama ditempa oleh gelombang dan dibesarkan zaman. Kakek-nenek moyangmu dan kakek-nenek moyangku, buyut-buyutmu dan buyut-buyutku pernah mengusir penjajah sama-sama. Para pendahulu kita memiliki cita-cita kemerdekaan yang sama, cita-cita bernegara bersama bukan buat satu golongan saja!

Karena persamaan di antara kita, marilah kita saling percaya lagi, bergandeng tangan bersama-sama lagi. Merah darah kita, putih tulang kita, jangan berpencar dan bertengkar lagi. Mari kita melangkah bersama, lewati badai sejarah sembuhkan luka bangsa. Kepadamu sekalian yang luka dan gugur demi bangsa, kamu sekalian, kamu semua, dari relung dan lubuk hati yang paling dalam kukirim-sampaikan do’a: Allahummaghfirlahu warhamhu wa’aafiihi wa’fuanhu, Allahummaghfirlaha warhamha wa’aafiha wa’afuanha, lahumul faatihah! Husnul khootimah..