Menkopolhukam Ditusuk, Radikalisme Bukan Lagi Kisah dan Lelucon

News213 Dilihat

Kekerasan atas nama dan dalih apa pun tidak dapat dibenarkan. Peristiwa penikaman terhadap Menkopolhukam, Wiranto yang terjadi Kamis, 10 Oktober 2019, lalu di Desa Purwaraja, Kec. Menes, Kab. Pandeglang, merupakan ancaman nyata perilaku kaum fundamentalis dan radikalis yang berujung pada tindakan terorisme terhadap negara dan bangsa, demikian dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB), Abdul Ghopur, ditemui dikantornya di Jakarta.

Menurut Ghopur, kelompok-kelompok garis keras ini sejatinya selain ingin menunjukkan eksistensinya, mereka juga ingin menyampaikan pesan (sinyal) bahwa mereka benar-benar eksis atau ada. Mereka ingin menyampaikan kepada kita bahwa mereka siap perang melawan negara dan menggantikan ideologi bangsa yakni Pancasila dengan ideologi lain yang tak sejalan dengan ideologi bangsa, yang menurut mereka benar.

“Saya heran, kok, hal ini (penikaman Wiranto, red.) bisa terjadi? Padahal, pernyataan Kepala BIN mengatakan bahwa si Pelaku dengan inisial SA dan kelompoknya sudah terdeteksi gerakannya beberapa bulan sebelum peristiwa ini,” tandas Ghopur.

“Padahal, Kapolri pada bulan Mei lalu juga sudah menyampaikan Konferensi Pers tentang adanya ancaman pembunuhan terhadap tokoh-tokoh nasional diantaranya Wiranto,” tambahnya.

Menurutnya lagi, “Lepas dari siapa pelakunya, apa motif dan modusnya, digerakkan oleh siapa atau kelompok mana, apa ideologinya, dan sebagainya, sekali lagi, ini ancaman nyata bagi keamanan, keselamatan, dan kedamaian negara dan bangsa. Polisi dan pihak-pihak terkait harus segera dan bisa mengusut serta mengungkap peristiwa ini seterang-terangnya.”

Ghopur menambahkan, “Jangan sampai akibat peristiwa ini, negara dianggap lemah. Dan, mereka bisa berbuat semaunya serta menjadi pemompa atau menginjeksi semangat gerakan-gerakan kaum fundamentalis-radikalis di daerah-daerah lain di Republik ini makin berani bertindak radikal. 

Juga jangan sampai negara-bangsa yang besar ini mendapat stigma buruk dunia internasional bahwa Indonesia adalah negeri yang tidak aman.

Kenapa? Bayangkan, sekelas Menkopolhukamnya saja yang notabene bekas Jenderal TNI AD bintang empat, bekas Panglima TNI, bisa dengan mudah diserang/ditikam orang?! Apalagi masyarakat sipil?Mengerikan!”

Di sisi lain menurut Ghopur, negara beserta pemangku-pemangkunya dan masyarakat luas tidak ada waktu lagi berleha-leha (bermain-main) serta menganggap enteng dalam menghadapi paham kaum fundamentalis-radikalis dan kelompok-kelompok garis geras mana pun baik lokal maupun transnasional! “Negara harus hadir di tengah-tengah masyarakat untuk memberi rasa aman siang dan malam.

Negara juga harus lebih mendorong dan mendukung penuh ajaran-ajaran (khususnya) keagamaan yang mengdepankan paham yang moderat/moderatisme atau toleran (tasamuh), jalan tengah (tawasuth), adil tegak lurus (i’tidal) dan seimbang (tawazzun). Dan, itu tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri lagi.

Negara berserta masyarakat bangsa, dalam hal ini Ormas keagamaan terbesar yang selama terkenal moderat dalam sikap/pandangan keagamaannya dan juga kelompok-kelompok kajian kebangsaan yang berpaham nasionalis sudah saatnya perlu digandeng dan dilibatkan dalam segala aspek,” demikian tambahnya.