JAKARTA – Memasuki awal tahun 2019, publik dikagetkan dengan kabar 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos dan ternyata informasi yang ramai di lini masa itu justru hoaks.
Namun disisi lain, Gerakan Pemuda Anti Hoaks (GP-AH) menyayangkan ada pihak yang justru menyudutkan dan mengkambing hitamkan Polri padahal saat ini sedang serius memerangi kasus hoaks. Apalagi, kubu Capres nomor urut 02 Prabowo melalui relawannya menuding korps Bhayangkara itu bermain politik praktis.
“Kenapa mereka melempar batu sembunyi tangan dengan mengkambing hitamkan Polri. Kubu 02 melakukan proganda dengan mengalihkan isu dan berupaya menutupi kebobrokannya,” tegas Humas GP-AH Riko saat jumpa pers di Mie Aceh Cikini Menteng Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019).
Lebih lanjut, Riko menilai tudingan Polri bermain politik praktis adalah salah kaprah disaat korps berbaju coklat itu bekerja keras menegakkan hukum justru mereka berupaya untuk melemahkannya.
“Ini manuver ngawur, kenapa jadi Polri disalahkan dengan imbas permainan kubu 02. Stop pengalihan isu untuk menyalahkan Polri dengan tuduhan tidak netral, kriminalisasi, dll,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai keliru jika menuding Polri dituduh berpolitik. Dia pun memberikan dukungan kepada Polri untuk menegakkan hukum khususnya pada kasus hoaks 7 kontainer surat suara ini.
“Keliru jika Polri dituduh berpolitik. Jangan takut Polri. Ini peristiwa jelas pidana cari tersangka pelakunya dan didukung bukti,” tegas Petrus.
Pengamat hukum itu pun mengingatkan agar Polri tidak terjebak dengan manuver kubu Prabowo. Dia menyebut manuver kubu Prabowo yang menuding Polri bermain politik itu untuk mengecoh masyarakat.
“Kepolisian sedang dikambing hitamkan mereka, inilah intrik untuk menghadapi kekuatan besar,” ucapnya.
“Kami kira masyarakat sudah cerdas, karena itu didramatisir betul tudingan Polri bermain politik. Ada upaya melegitimasi Polri,” tuturnya.
Ditempat yang sama, Pengamat Politik IPI Karyono Wibowo menjelaskan bahwa upaya propaganda untuk melegitimasi pemerintahan dan hasil Pemilu. Kata dia, ini adalah bagian dari propaganda membangun citra negatif yang dilakukan oleh kompetitor yang bertarung melawan incumbent.
“Ada juga berbagai opini menuduh Kepolisian berpihak. Jika kita bedakan Pemilu 2019 ini lebih dahsyat serangan-serangan yang dilakukan institusi Kepolisian. Jangan tipis telinga dan rumus penantang selalu menyerang. Karena Polisi jadi getahnya karena berada didepan bahkan institusi penyelenggara Pemilu juga diserang,” bebernya.
Dia menyebutnya ada strategi psikologi politik untuk mengganggu psikologi lawan (incumbent / Jokowi). Makanya, kata dia, sengaja dipasang untuk melakukan serangan membabi buta. Seperti isu 2019 Ganti Presiden, BIN – Polri tidak netral, kriminalisasi ulama, PKI dan ini adalah bagian dari psy war.
“Politik psikologi ini untuk merusak konsentrasi incumben. Jangan terjebak dengan propaganda itu,” sarannya Karyono.
Dia menegaskan bahwa kubu Prabowo mengetahui bahwa posisi Jokowi itu diatas lawannya, sehingga tidak ada cara lain kecuali menyerang. Karyono menganalogikan fenomena itu seperti pertandingan sepak bola yang skor nya 4 – 1. Jika skornya satu pasti menggunakan berbagai cara untuk mengejar lawan.
“Nah biasanya cara kasar bermain bola bagian dari trik mengganggu psikologi lawan. Jika terkecoh maka akan mudah menggiring ke sasaran. Jangan terkecoh dengan propaganda lawan,” tambah dia.
Presidium Gerakan Rakyat Anti Hoaks (GeraH) Efniadiyansyah Mustamil mengemukakan ada yang memplentir fakta hukum seolah-olah pihak Capres No 02 menjadi korbannya.
“Sebab kubu Capres no urut 01 sedang berkuasa memegang instrumen hukum yang ada,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen UKI Ilmu Politik Alfitus Minggu mengingatkan agar Polri tidak terjebak dengan pola kubu Capres No Urut 02.
“Ini adalah bentuk perlawanan ke incumben untuk tutupi isu hoaks. Polri jangan terkecoh dengan pola 02,” pungkasnya.